Selasa, 14 Juni 2011

Arti penting propaganda dalam pilkada



Nama               : Amrullah.s
Nim                 : 080240027
M.K                 : propaganda
Jurusan            : Ilmu komunikasi


Arti penting propaganda dalam pilkada

Sudah saatnya diakhiri pola komunikasi politik yang parsial, yang berpotensi menjebak rakyat dengan  cara-cara tebar pesona, manipulasi emosi, retorika  serta propaganda yang bertolak belakang dengan semangat pencerahan dan pendidikan politik.
 Di kabupaten Aceh utara dalam waktu dekat akan melaksanakan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada). Agenda  lima tahunan sekali ini  hendaknya menjadi kesempatan yang baik bagi masyarakat untuk memperoleh pencerahan dan penguatan kebersamaan seluruh elemen masyarakat dalam membangun demokrasi lokal yang berkualitas dan bermartabat.
Momentum Pemilukada yang akan dilaksanakan dalam beberapa bulan mendatang harus menjadi kesempatan yang baik bagi rakyat untuk memperoleh pendidikan politik, agar pesta demokrasi lokal ini dapat berkorelasi positif dalam penguatan kebersamaan dan tetap terjaganya harmoni sosial.  

            Kita tentu berharap agar  para elit politik lokal, para kandidat beserta segenap tim pemenangannya untuk membangun langkah dan perilaku yang konstruktif dan edukatif, agar Pemilukada itu menjadi pesta rakyat yang menyenangkan dan mencerahkan  bukan menegangkan. 

            Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pemilukada harus memiliki good will dan political will untuk melakukan pendidikan politik, agar proses dan pelaksanaan kompetisi politik  berjalan secara berkualitas dan berbudaya.
 Para kandidat yang akan berlaga di medan persaingan harus mampu mengangkat  isu dan tema konstruktif serta   program-program yang realistik untuk mendorong  perubahan dan kemajuan yang berarti.
            Pertanyaannya adalah bagaimana mendesain pemilih menjadi pemilih sesungguhnya, bukan suporter (pemilih yang semu), sehingga dapat mendongkrak kualitas Pemilukada sekaligus mampu memberikan makna pendidikan politik bagi warga?.

            Pola pemberdayaan pemilih mesti sudah memasuki wilayah mendidik pemilih yang mampu menyentuh aspek filosofis, sosiologis, dan psikologis makna Pemilukada. Mendidik pemilih untuk menyongsong Pemilukada mendatang paling tidak menyentuh dua hal. Pertama, mengedepankan pertanyaan dan jawaban secara elaboratif tentang apa itu Pemilukada, mengapa diadakan, dan apa sebab secara langsung.
Pertanyaan filosofis-politis itu penting disampaikan kepada publik, untuk mengetahui secara pasti hakikat Pemilukada. Sebab, dilakukan bukan sekadar ritual belaka, melainkan terkait dengan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pemerintahan lokal dan terciptanya clean and good governance pemerintah daerah. 
Pilkada memiliki implikasi langsung terhadap perbaikan nasib publik sebagai warga lokal. Diharapkan, dari pola itu publik dapat berperan aktif dan memancing kesadaran kritisnya terhadap hak-hak politiknya.

            Kedua, mendorong elite politik lokal, parpol, juru kampanye, aktivis LSM, pers dan media massa untuk memberikan informasi secara luas, jujur dan akurat kepada pemilih mengenai track record calon-calon kepala daerah dan wakilnya, yang akan diusung dalam pilkada. Informasi itu jauh lebih akurat bila disertai data-data investigatif tentang kapasitas moral dan intelektual calon, agar publik tidak salah dalam menentukan pilihan politiknya. 

Makin luas dan beragam informasi tentang profil calon-calon kepala daerah dan wakilnya, kian tinggi pula tingkat selektivitas publik untuk melakukan pilihan politiknya, sehingga akan mendorong publik untuk mulai kritis, taktis dan idealis dalam memilih calon, bukan pragmatis dan kompromis. Sudah saatnya diakhiri pola komunikasi politik yang parsial, yang berpotensi menjebak rakyat dengan  cara-cara tebar pesona, manipulasi emosi, retorika  serta propaganda yang bertolak belakang dengan semangat pencerahan dan pendidikan politik.

Perkembangan teknologi komunikasi dengan berbagai kemudahan akses informasi, masyarakat semakin tercerahkan dan tidak mudah digiring dan didoktrin secara primitif, disertai dengan pola dan perilaku yang konsumtif.  Disinilah perlunya edukasi kepada masyarakat secara kontinu dan konsisten, serta belajar dari pengalaman masa lalu, bahwa tidak selamanya yang memiliki kemampuan dan kekuatan fasilitas itu dapat memenangkan pertarungan politik.

 Bagaimanapun pilihan masyarakat lah yang akan menentukan hasil akhirnya.Kepada  para kandidat hendaknya lebih memperbanyak kesempatan bagi masyarakat untuk berkomunikasi secara mendalam dengan para calon, agar dapat membangun proksimity atau kedekatan secara emosional dan pemikiran. Untuk itu  agar lebih memperbanyak kampanye dialogis dalam suasanya yang lebih interaktif dan bersahabat.  

 Karena jika para elit sudah terbiasa bersaing dalam tataran ide dan program dan saling menghargai dalam segala dinamika perbedaan pendapat, maka itu sudah merupakan kontribusi yang sangat penting dan mendasar dalam membangun kualitas demokrasi baik ditingkat lokal maupun nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar